Bengkulu Utara, LIBE – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Kabupaten Bengkulu Utara (BU) Tahun Anggaran 2021 tak kunjung tuntas di bahas hingga, senin (30/11/2020) kemarin.
Jabatan Bupati BU yang saat ini di kendalikan oleh Pjs Bupati, diduga sulit untuk bersinkronisasi bersama Legeslatif dalam memutuskan Raperda APBD 2021 menjadi Perda.
Puncak tak adanya singkronisasi antar kedua lembaga pemerintahan ini, terjadi saat akan dilangsungkanya Rapat Paripura oleh Anggota DPRD BU untuk membahas Raperda APBD 2021. Dimana, Pjs Bupati yang semestinya hadir dalam penyampaian Raperda. Menolak hadir dengan alasan rapat yang akan digelar pihak Legeslatif tidak memenuhi aturan yang berlaku.
Penolakan kehadiran untuk hadir dalam Rapat Paripurna oleh Pjs Bupati, disampaikan hanya melalui secarik surat dengan nomor : 903/4488/ BPKAD, yang penjelasanya, Pjs Bupati tidak dapat hadir dalam rapat paripurna, karena jadwal paripurna tidak memenuhi ketentuan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2019 pada pasal 106 ayat 1 dan Permendagri nomor : 64 tahun 2020 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2021.
Sikap Pjs Bupati BU yang dijabat Iskandar Zo, menggoreskan luka mendalam bagi anggota legeslatif BU.
Legeslatif menilai, penetapan APBD TA 2021 Pemkab BU ini, diduga akan ditetapkan diluar mekanisme sebagaimana biasa dilakukan melalui proses pembahasan di DPRD BU hingga menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Unsur Pimpinan DPRD BU menilai, ketidak hadiran Pjs Bupati BU dalam rapat paripurna, adalah unsur kesengajaan, agar APBD BU TA 2021 ditetapkan berdasarkan Peraturan Kepala Daerah. (Perkada).
“Kita sangat menyayangkan jika nantinya APBD BU TA 2021 ditetapkan berdasarkan Perkada.” Ujar unsur Pimpinan DPRD BU.
Disinyalir, jabatan Kepala Daerah yang dijabat oleh Plt/Pjs Bupati, sulit untuk bersingkronisasi dalam menetapkan suatu keputusan.
Dilansir dari okezone.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan bahwa PJs tidak seperti kepala daerah definitif yang dapat membuat kebijakan-kebijakan sifatnya strategis. Tito menekankan agar kebijakan petahana tetap berjalan sebagaimana yang telah diprogramkan.
“Tentunya penjabat sementara tidak bisa membuat kebijakan yang strategis karena 71 hari. Intinya koordinasi kalau ada membuat kebijakan yang penting. Sehingga program-program yang sudah dibuat oleh pejabat yang sedang cuti itu tetap bisa berlanjut dan sepanjang itu positif. Bangun hubungan baik dengan semua pihak,” tutur Mendagri dalam pemberitaan edisi jumat (25/9/2020) tersebut. (JM)
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Berikan Komentar